Minggu, 19 Februari 2017

materi BK

Yang harus diperhatikan dalam etika pergaulan baik dengan orang sebaya, dibawah maupun yang diatas kita baik disisi sosial maupun usia adalah prinsip saling menghormati. Dengan etika yang baik dapat dipastikan bahwa seseorang akan dapat diterima dengan baik dalam pergaulan sehari-hari
Mengapa Etika Pergaulan harus diperhatikan ? itu karena.
  1. Manusia harus dituntut untuk saling berhubungan, mengenal dan membantu.
  2. Agar tingkah laku kita diterima dan disenangi oleh siapa saja yang bergaul dengan kita.
  3. Tata krama dan tingkah laku sehari-hari merupakan cermin pribadi kita sendiri
Hal mendasar dalam etika pergaulan adalah :
  1. Bersikap sopan santun dan ramah
  2. Perhatian terhadap orang lain
  3. Mampu menjaga perasaan orang lain
  4. Toleransi dan rasa ingin membantu
  5. Mampu mengendalikan emosi diri
yang harus di perhatikan dalam pergaulan adalah :
  1. Pandai menempatkan diri
  2. Dapat membedakan bagaimana sikap kita terhadap orang yang lebih tua, sebaya, dan yang lebih muda. Misalnya :
  • Orang yang lebih tua / yang dituakan harus kita hormati.
  • Orang yang sebaya harus dihargai
  • Orang yang lebih muda harus disayangi.
di dalam ber etika kita dapat melakukannya pada saat :
  1. Di Sekolah
Dalam berinteraksi/hubungan timbal balik dengan seluruh personal (Kepala Sekolah, Guru, Tenaga Administrasi/TU, Pesuruh Sekolah, Teman dan lain sebagainya.
  1. Di Masyarakat
Dalam berinteraksi/hubungan timbal balik dengan anggota masyarakat. Misal di Toko dengan pelayan Toko, di Kantor Pos dengan karyawannya, dan sebagainya.
  1. Di Rumah
Dalam berinteraksi/hubungan timbal balik dengan anggota keluarga, baik orang tua maupun saudara.
Beberapa contoh sopan santun dalam pergaulan :
  1. Dalam berbicara
Etika yang baik dalam berbicara yaitu:
  1. Harus menatap lawan bicara.
  2. Suara harus jelas terdengar.
  3. Menggunakan tata bahasa yang baik.
  4. Jangan menggunakan nada suara yang tinggi.
  5. Bias mengimbangi lawan bicara.
  6. Berusaha menyenangkan lawan bicara.
  7. Mampu menciptakan suasana humor.
  8. Memuji lawan bicara.
  9. Mampu menjadi pendengar yang baik.
  10. Dalam berbicara hindari hal-hal sebagai berikut ;
  • Membicarakan kejelekan orang lain
  • Membicarakan hal yang sensitif
  • Memotong pembicaraan orang
  • Mendominasi pembicaraan
  • Banyak membicarakan diri sendiri
  1. Dalam berkenalan
    etika yang baik dalam berkenalan yaitu :
  1. Ucapkan nama dengan jelas.
  2. Lakukan kontak mata.
  3. Jabat tangan dengan hangat, tidak dingin.
  4. Perkenalkan pria pada wanita, yang muda kepada yang tua atau yang memiliki jabatan.
  5. Pada saat sedang duduk, sebaiknya berdiri sebentar.
  6. Jangan melakukan perkenalan di tempat yang ramai
  1. Dalam menelpon
etika yang baik dalam menelpon yaitu :
  1. Segera angkat telpon yang berdering
  2. Sebutkan salam dan nama anda.
  3. Bersikaplah dengan hangat
  4. Jangan menerima telpon sambil makan
  5. Bila telpon terputus maka penelpon pertama harus menyambung kembali
  6. Jangan telpon sambil menelpon orang lain
  7. Kendalikan emosi anda pada saat menerima telpon
  8. Ucapkan kata-kata yang jelas jelas, jangan menggumam
  9. Hindari pembicaraan dengan akrab yang berlebihan
  10. Pada akhir pembicaraan ucapkan salam penutup sebagai ucapan terima kasih
  1. Dalam menegur / memberi hormat
etika yang baik dalam bertamu yaitu :
  1. Bila berjumpa dengan segerombolan kenalan atau teman-teman, hendaknya kita terlebih dahulu menegur atau memberi hormat kepada perempuan tertua dari rombongan itu. Sesudah itu baru pada yang lain,
  2. Ketika menegur atau memberi hormat, jangan menyimpan tangan di saku atau meletakkanya di bagian pinggang, karena akan memberi kesan sombong dan tidak sopan dalam pandangan orang terpelajar.
  1. Dalam bertamu
etika yang baik dalam bertamu yaitu :
  1. Beritahu lebih dahulu untuk mendapat kepastian apakah tuan rumah ada di tempat dan bersedia dikunjungi.
  2. Tepat waktu untuk memberikan kesan yang baik pada tuan rumah dan menghargai waktu tuan rumah
  3. Masuk, bila sudah dipersilahkan. Bila pintu tidak terkunci, jangan sembarangan masuk. Bila pintu terkunci ketuklah atau bunyikan bel dan bersabar.
  4. Ucapkan salam. Sebagai penghormatan kepada tuan rumah dan tanda bahwa anda telah datang. Demikian juga pada saat hendak pamit.
  5. Ingat waktu. Walaupun tuan rumah sangat ramah dan kelihatannya senang atas kunjungan anda.
  6. Jangan memegang barang. Sebelum mendapatkan ijin dari tuan rumah pujilah tentang barangnya.
  7. Jangan merokok bila belum dipersilakan.
  8. Jaga sikap dan omongan. Jangan sekali-kali mengkritik interior rumahnya, seberantakan apapun.
  9. Situasi rumah. Bila situasi rumah sedang kurang enak atau membutuhkan perhatian tuan rumah, sebaiknya segera pamit.
  10. Jika ada tamu lain. Perkenalkan diri anda pada tamu yang datang lebih dahulu.
  1. Dalam berpakaian
Dalam etika pergaulan penampilan seseorang dapat memberikan kesan yang baik atau sebaliknya. Penampilan yang menarik dan memikat merupakan modal untuk dapat meraih sukses dalam pergaulan. Penampilan yang menarik dan memikat dapat diperoleh dangan cara :
  1. Memahami kelebihan dan kekurangan diri sendiri
  2. Memahami bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan
  3. Menjauhkan diri dari rasa minder dan rendah diri
  4. Bersikap wajar, tidak “over atau under confidence
Dan dalam etika berpakaian pun kita harus mengenal karakteristik tubuhkita , berikut ini saya mencontohkan beberapa hal dalam etika berpakain :
  1. Bagi yang bertubuh kurus :
  • Hindari pakaian yang ketat
  • Diutamakan bahan yang halus dan melayang
  • Warna terang lebih dianjurkan
  • Gunakan motif garis horizontal
  1. Bagi yang bertubuh besar:
  • Hindari busana motif horizontal
  • Hindari ornamen busana dan asesori berlebihan
  1. Warna kulit terang akan lebih menarik mempergunakan busana yang berwarna gelap
  1. Bagi wanita, perpaduan motif dan warna busana baik kebaya/ blus, kain panjang/ rok dan selendang/pasmina disesuaikan. Busana bermotif dipadu dengan setelan senada.
  1. Bagi pria, warna kemeja diusahakan serasi dengan warna jas dan dasi. Kemeja motif kotak-kotak tidak disarankan dipadu dengan jas pada acara resmi. Pemakaian dasi disesuaikan dengan warna kemeja daripada warna jasnya.
  1. Pada setelan jas maupun kemeja berdasi disarankan tidak menyelipkan pin atau benda lain yang membuat saku menggelembung (kacamata, handphone dll).
  1. Pada pemakaian dasi pangkalnya harus berakhir pada gesper ikat pinggang yang dipakai. Dasi kupu-kupu hanya untuk pakaian dan acara tertentu.
  1. Untuk acara resmi pakai sepatu warna hitam dan kaos kaki disesuaikan dengan warna jas atau warna hitam. Hindari sepatu dengan sol karet atau warna lain
Kepribadian yang baik merupakan pribadi yang :
  1. Disukai banyak orang, dihargai dan dinilai sebagai orang yang menyenangkan dalam pergaulan.
  2. Dianggap sebagai orang yang patut mendapatkan kepercayaan dan penghargaan.
  3. Biasanya adalah orang yang suka melakukan kebaikan dan menjauhi kejahatan, suka menolong dan memberi perhatian terhadap kepentingan orang lain.
  4. Yang sanggup mengasihi orang lain, walaupun orang itu telah menyakiti hatinya, dan mau mengampuni kesalahan orang lain.
  5. Tidak pernah lari dari tanggung jawab dan konsekuen dalam bertindak.

Minggu, 05 Februari 2017

materi BTIK

MENGGUNAKAN ANIMASI PADA MS POWERPOINT 2007

Pendahuluan

Pada MS PowerPoint 2007 kita dapat menambahkan efek animasi pada item-item berikut :
  • Text / Object
  • SmartArt Graphic
  • Slide (perpindahan antar slide)
Beberapa kategori event atau kejadian yang kita dapat buat pada item tersebut antara lain :
  • Entrance : Efek yang terjadi pada saat kemunculan item.
  • Emphasis : Efek yang terjadi setelah item-item di load semua dan tergantung event pada item tersebut, biasanya mouse click.
  • Exit : Efek item menghilang.
  • Motion Paths :  Efek animasi dengan mengikuti suatu path / jalur yang ditentukan.
Tiap kategori di atas memiliki item efek seperti BlindsBoxFade, Fly InWedge, dll.

Predefined Animation untuk Single Slide

Berikut adalah langkah-langkah untuk membuat animasi teks sederhana untuk single slide :
  1. Buatlah satu slide powerpoint pada dokumen baru yang tampak seperti pada gambar berikut. Slide tersebut memiliki title “Formula Excel” dan isi slide dengan berupa 3 “poin” teks yaitu “SUM“, “SUMIF“, dan “CONCATENATE“.
  • Klik tab “Animations” pada menu ribbon.
  • Klik dropdown list pada pilihan  “Animate: “. Sebagai contoh, terlihat pada gambar dari menu tersebut kita dapatkan tiga efek (Fade, Wipe , dan Fly In) dengan tujuan “All At Once” (keseluruhan item poin) atau “By 1st Level Paragraphs” (per tiap poin / paragraph level 1 – dimana efek berlaku untuk tiap poin sampai terjadi klik).
  • Pilih salah satu, misalkan “Fade” | “By 1st Level Paragraphs“, jalankan Slide Show (F5) dan perhatikan efek animasi yang terjadi.
  • Selesai.

Custom Animation untuk Single Slide

Langkah berikutnya adalah kita akan mencoba custom animation :
  1. Tambahkan satu slide powerpoint pada dokumen tersebut seperti tampak pada gambar berikut.
  • Pada tab “Animation” pada ribbon, klik tombol “Custom Animations“.
  • Akan muncul panel “Custom Animation” pada bagian kanan dokumen.
  • Pada panel tersebut, klik “Add Effect” | “Entrance” | “Box“.
  • Panel tersebut kemudian akan terisi efek dengan tulisan “1. Content..“, klik tombol panah bawah untuk membuka isi dari placeholder tersebut. Terlihat ada dua item efek dengan petunjuk objek yang menjadi target dari efek tersebut.
  • Nomor yang terlihat tersebut akan terlihat juga pada item slide kita.
  • Jalankan Slide Show (F5) dan lihat hasil efek yang terjadi pada slide Anda. Setiap efek akan terjadi ketika Anda mengklik slide Anda.
  • Kembali ke panel, coba klik pada item no. 2 sehingga kotak oranye akan berada di samping text item.
  • Klik menu “Change” | “Entrance” | “6. Fly In“.
  • Sekarang perhatikan bahwa kedua item tersebut memiliki icon efek yang berbeda.
  • Jalankan Slide Show (F5) dan perhatikan efek yang ditimbulkan. Menarik bukan ?
  • Selesai.

Penggunaan Slide Transition

Sekarang kita memiliki 2 slide pada dokumen kita yang masing-masing memiliki efek animasi pada item-itemnya. Untuk perpindahan slide sendiri  terasa agak sedikit “hambar” karena belum ada efek apapun.
Untuk praktek selanjutnya di bawah, kita akan menambahkan efek tersebut dan sangat mudah :
  1. Pada panel “Slides” pilih slide kedua.
  • Pada bagian “Transition to This Slide” pada tab “Animations” terdapat beberapa icon mewakili efek yang bisa kita gunakan untuk transisi slide. Saat ini pilihan tersebut adalah “No Transition“.
  • Coba klik pada salah satu efek, misalkan “Dissolve” dan perhatikan preview efeknya pada slide.
  • Jalankan Slide Show (F5) dan lihat keseluruhan efek animasi yang dihasilkan.
  • Selesai.

materi bahasa jawa

Aksara Jawa, dikenal juga sebagai Hanacaraka (ꦲꦤꦕꦫꦏ) dan Carakan (ꦕꦫꦏꦤ꧀),[1] adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah Indonesia lainnya seperti bahasa Sunda dan bahasa Sasak[2] Tulisan ini berkerabat dekat dengan aksara Bali.
Dalam sehari-hari, penggunaan aksara Jawa umum digantikan dengan huruf Latin yang pertama kali dikenalkan Belanda pada abad ke-19.[1] Aksara Jawa resmi dimasukkan dalam Unicode versi 5.2 sejak 2009. Meskipun begitu, kompleksitas aksara Jawa hanya dapat ditampilkan dalam program dengan teknologi Graphite SIL, seperti browser Firefox dan beberapa prosesor kata open source, sehingga penggunaannya tidak semudah huruf Latin. Kesulitan penggunaan aksara Jawa dalam media digital merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurang populernya aksara tersebut selain di kalangan preservasionis.

Ciri-ciri[sunting | sunting sumber]

Suku kata /ka/ ditulis dengan satu aksara. Tanda baca dapat mengubah, menambahkan, atau menghilangkan vokal suku kata tersebut. Aksara memiliki beberapa bentuk untuk menulis nama, pengejaan asing, dan konsonan bertumpuk
Aksara Jawa adalah sistem tulisan Abugida yang ditulis dari kiri ke kanan. Setiap aksara di dalamnya melambangkan suatu suku kata dengan vokal /a/ atau /ɔ/, yang dapat ditentukan dari posisi aksara di dalam kata tersebut. Penulisan aksara Jawa dilakukan tanpa spasi (scriptio continua)[3], dan karena itu pembaca harus paham dengan teks bacaan untuk dapat membedakan tiap kata. Selain itu, dibanding dengan alfabet Latin, aksara Jawa juga kekurangan tanda baca dasar, seperi titik dua, tanda kutip, tanda tanya, tanda seru, dan tanda hubung.
Aksara Jawa dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Aksara dasar terdiri dari 20 suku kata yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa modern, sementara jenis lain meliputi aksara suara, tanda baca[4], dan angka Jawa[2]. Setiap suku kata dalam aksara Jawa memiliki dua bentuk, yang disebut nglegena (aksara telanjang), dan pasangan (ini adalah bentuk subskrip yang digunakan untuk menulis gugus konsonan).
Kebanyakan aksara selain aksara dasar merupakan konsonan teraspirasi atau retrofleks yang digunakan dalam bahasa Jawa Kuno karena dipengaruhi bahasa Sanskerta. Selama perkembangan bahasa dan aksara Jawa, huruf-huruf ini kehilangan representasi suara aslinya dan berubah fungsi.
Sejumlah tanda diakritik yang disebut sandhangan berfungsi untuk mengubah vokal (layaknya harakat pada abjad Arab), menambahkan konsonan akhir, dan menandakan ejaan asing[3]. Beberapa tanda diakritik dapat digunakan bersama-sama, namun tidak semua kombinasi diperbolehkan.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Aksara Jawa sedang diajarkan pada sekolah periode kolonial.
Tulisan Jawa dan Bali adalah perkembangan modern aksara Kawi, salah satu turunan aksara Brahmi yang berkembang di Jawa. Pada masa periode Hindu-Buddha, aksara tersebut terutama digunakan dalam literatur keagamaan dan terjemahan Sanskerta yang biasa ditulis dalam naskah daun lontar.[2] Selama periode Hindu-Buddha, bentuk aksara Kawi berangsur-angsur menjadi lebih Jawa, namun dengan ortografi yang tetap. Pada abad ke-17, tulisan tersebut telah berkembang menjadi bentuk modernnya dan dikenal sebagai Carakan[5] atau hanacaraka berdasarkan lima aksara pertamanya.
Carakan terutama digunakan oleh penulis dalam lingkungan kraton kerajaan seperti Surakarta dan Yogyakarta untuk menulis naskah berbagai subjek, di antaranya cerita-cerita (serat), catatan sejarah (babad), tembang kuno (kakawin), atau ramalan (primbon). Subjek yang populer akan berkali-kali ditulis ulang.[6] Naskah umum dihias dan jarang ada yang benar-benar polos. Hiasan dapat berupa tanda baca yang sedikit dilebih-lebihkan atau pigura halaman (disebut wadana) yang rumit dan kaya warna.
Pada tahun 1926, sebuah lokakarya di SriwedariSurakarta menghasilkan Wewaton Sriwedari (Ketetapan Sriwedari), yang merupakan landasan awal standardisasi ortografi aksara Jawa.[7] Setelah kemerdekaan Indonesia, banyak panduan mengenai aturan dan ortografi baku aksara Jawa yang dipublikasikan, di antaranya Patokan Panoelise Temboeng Djawa oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada 1946,[7] dan sejumlah panduan yang dibuat oleh Kongres Bahasa Jawa (KBJ) antara 1991 sampai 2006.[8][9] KBJ juga berperan dalam implementasi aksara Jawa di Unicode.
Namun dari itu, penggunaan aksara Jawa telah menurun sejak ortografi Jawa berbasis huruf latin ditemukan pada 1926,[1] dan sekarang lebih umum menggunakan huruf latin untuk menulsi bahasa Jawa. Hanya beberapa majalah dan koran yang masih mencetak dalam aksara Jawa, seperti Jaka Lodhang. Aksara Jawa masih diajarkan sebagai muatan lokal pada sekolah dasar dan sekolah menengah di provinsi yang berbahasa Jawa.

Aksara[sunting | sunting sumber]

Sebuah aksara (ꦲꦏ꧀ꦱꦫ​), adalah satuan terkecil yang merepresentasikan suku kata terbuka (Konsonan-Vokal) dengan vokal /a/ atau /ɔ/ tergantung dari posisinya.[3] Namun vokal juga tergantung dari dialek pembicara; dialek Jawa Barat cenderung menggunakan /a/ sementara dialek Jawa Timur lebih cenderung menggunakan /ɔ/. Aturan baku penentuan vokal aksara dideskripsikan dalam Wewaton Sriwedari sebagai berikut:
  1. Sebuah aksara dibaca dengan vokal /ɔ/ apabila aksara sebelumnya mengandung sandhangan swara.
  2. Sebuah aksara dibaca dengan vokal /a/ apabila aksara setelahnya mengandung sandhangan swara.
  3. Aksara pertama sebuah kata umumnya dibaca dengan vokal /ɔ/, kecuali dua aksara setelahnya merupakan aksara dasar. Jika begitu, aksara tersebut dibaca dengan vokal /a/.
Ketika ditransliterasikan ke dalam alfabet Latin, sebuah aksara ditransliterasikan menjadi suku kata, bukan huruf.
Terdapat 34 aksara konsonan dan 11 aksara suara (vokal) dalam aksara Jawa (di luar aksara tambahan), namun tidak semuanya digunakan dalam penulisan modern. Tabel berikut menunjukkan aksara Jawa dengan bunyi aslinya yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa Kuno dan Sanskerta:
Aksara Jawa
Tempat pelafalanPancawalimukhaSemivokalSibilanCelahVokalDiftong
BersuaraNirsuaraSengauPendekPanjang
Velar
(ka)

(kha)

(ga)

(gha)

(nga)

(ha) 4

(a)
ꦄꦴ
(ā)
Palatal
(ca)

(cha) 1

(ja)

(jha)

(nya)

(ya)

(śa)
ꦅ/ꦆ
(i)

(ī)
Retroflex
(ṭa)2

(ṭha)

(ḍa)2

(ḍha)

(ṇa)

(ra)

(ṣa)

(re)
ꦉꦴ
(reu)
Dental
(ta)

(tha)

(da)

(dha)

(na)

(la) 3

(sa)

(le)

(leu)
Labial
(pa)

(pha)

(ba)

(bha)

(ma)

(wa)

(u)
ꦈꦴ
(ū)
Velar-Palatal
(e)

(ai)
Velar-Labial
(o)
ꦎꦴ
(au)
^1 Hanya ditemukan dalam bentuk pasangan (lihat di bawah). Bentuk aslinya sudah tidak diketahui lagi[2]
^2 Ḍa dan ṭa lebih umum ditulis dha dan tha. Penulisan ini digunakan untuk membedakan dha (ɖa) dan tha (ʈa) retroflex dalam bahasa Jawa modern dengan dha (d̪ha) dan tha (t̪ha) teraspirasi dalam bahasa Jawa kuno.
^3 Sebenarnya konsonan alveolar, namun diklasifikasikan sebagai dental (gigi).
^4 Dapat dibaca tanpa bunyi /h/, misalnya (/ɔnɔ/, transliterasi: ana, arti: ada)

Konsonan[sunting | sunting sumber]

Ortografi Jawa modern mengabaikan pelafalan asli sejumlah aksara konsonan yang kemudian dialihfungsikan. Dari 34 bunyi di atas, 20 bunyi menjadi aksara dasar (nglegéna) sementara aksara lainnya dikategorikan sebagai murda dan mahaprana, dengan "bunyi" yang sama dengan aksara nglegenanya.
Beberapa istilah dalam aksara Jawa menurut aturan bahasa Jawa modern:
  • Aksara nglegéna (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦔ꧀ꦊꦒꦺꦤ) adalah aksara dasar untuk menulis bahasa Jawa modern.
  • Aksara murda (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦩꦸꦂꦢ) atau aksara gedé digunakan pada penulisan suatu nama, umumnya nama tempat atau orang yang dihormati. Seperti terlihat dalam tabel di atas, tidak semua aksara mempunyai bentuk murda, karena itu apabila suku kata pertama suatu nama tidak memiliki bentuk murda, maka suku kata kedua yang menggunakan murda. Apabila suku kata kedua juga tidak memiliki bentuk murda, maka suku kata ketiga yang menggunakan murda, begitu seterusnya. Nama yang sangat dihormati dapat ditulis seluruhnya dengan murda apabila memungkinkan. Misal, "Pakubuwana" ditulis dengan pa, ka, ba, dan na murda (ꦦꦑꦸꦨꦸꦮꦟ). Aksara murda tidak boleh diberi pangkon dan tidak perlu digunakan pada awal kalimat.
  • Aksara mahaprana (ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦩꦲꦥꦿꦤ) adalah aksara yang secara harfiah berarti "dibaca dengan nafas berat". Mahaprana jarang muncul dalam penulisan aksara Jawa modern, oleh karena itu seringkali tidak dibahas dalam buku mengenai aksara Jawa.[2]
Aksara Wyanjana (Konsonan)
Transkripsihanacarakadatasawalapadhajayanyamagabathanga
Nglegéna
Murda1
Mahaprana
^1 Awalnya jnya,ꦗ꧀ꦚ[2] namun pada perkembangannya menjadi huruf mandiri.

Konsonan tambahan[sunting | sunting sumber]

Terdapat beberapa aksara yang dalam perkembangannya dianggap sebagai konsonan. Pa cereknga lelet, dan nga lelet raswadi awalnya adalah konsonan-vokalik /r̥/, /l̥/, dan /l̥:/ yang muncul pada perkembangan awal aksara Jawa karena pengaruh bahasa Sanskerta. Ortografi kontemporer mengelompokkan ketiganya sebagai aksara konsonan[2]yang bernama ganten atau "pengganti", dengan bunyi masing-masing /ɽə/, /ɭə/, dan /ɭɤ/. Aksara ini didefinisikan sebagai aksara dengan vokal tetap yang menggantikan setiap kombinasi ra+pepet (ꦫꦼ menjadi ), la+pepet (ꦭꦼ menjadi )​, dan la+pepet+tarung (ꦭꦼꦴ menjadi )​.[10] Karena sudah memiliki vokal tetap, ketiga aksara tersebut tidak dapat dipasangkan dengan tanda baca vokal.
Konsonanan tambahan lain meliputi ka sasak dan ra agungKa sasak merupakan penulisan tradisional bunyi /qa/ yang digunakan dalam bahasa Sasak, sedangkan ra agung pernah digunakan oleh sejumlah penulis untuk nama orang yang dihormati, terutama anggota kerajaan.[2]
Kebanyakan bunyi yang asing dalam bahasa Jawa ditulis dengan tanda baca cecak telu () di atas aksara yang bunyinya mendekati.[2][4] Aksara semacam itu disebut sebagai aksara rekan atau "aksara rekaan", yang diklasifikan berdasarkan bahasa asalnya. Rekan paling umum berasal dari bahasa Arab dan bahasa Belanda. Terdapat pula dua jenis rekan lainnya yang digunakan untuk menulis bahasa Sunda dan kata serapan bahasa Tionghoa.
Aksara Tambahan
GantenKa sasakRa agung
Nga leletNga lelet RaswadiPa cerek
Aksara Rekan
khadzafavazagha
ꦏ꦳ꦢ꦳ꦥ꦳ꦮ꦳ꦗ꦳ꦒ꦳

Vokal[sunting | sunting sumber]

Vokal murni umumnya ditulis dengan aksara ha sebagai konsonan kosong dengan tanda baca yang sesuai.
Aksara Suara
aiuéo
Pendekꦲꦶ1ꦲꦸꦲꦺꦲꦺꦴ
Selain cara tersebut, terdapat juga aksara-aksara yang merepresentasikan vokal murni bernama aksara swara (ꦲꦏ꧀ꦱꦫ​ꦱ꧀ꦮꦫ) atau "aksara suara" yang digunakan untuk menandakan sebuah nama, seperti halnya aksara murda. Sebagai contoh, kata sifat "ayu" (cantik) ditulis dengan huruf ha (ꦲꦪꦸ). Namun untuk menulis seseorang yang bernama Ayu, aksara suara digunakan untuk mencegah kerancuan (ꦄꦪꦸ). Aksara suara juga digunakan untuk mengeja istilah bahasa asing, misalnya elemen Argon (ꦄꦂꦒꦺꦴꦤ꧀).[7][10] Aksara suara tidak dapat dijadikan sebagai aksara pasangan sehingga aksara sigegan yang terdapat di depannya harus dimatikan dengan pangkon. Walaupun demikian aksara suara dapat diberi sandhangan wignyan, layar, dan cecak.
Aksara Suara
aiuéo
Pendek1
Panjangꦄꦴꦈꦴ2ꦎꦴ2
^1 Dalam teks tua, aksara swara i  digunakan untuk /i:/ panjang, sementara /i/ pendek menggunakan sebuah huruf yang sekarang dikenal sebagai i kawi .
^2 Menjadi sebuah diftong.

Sandhangan[sunting | sunting sumber]

Sandhangan (ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀) adalah sejenis aksara yang tidak dapat berdiri sendiri, melainkan merupakan tanda diakritik yang selalu digunakan bersama dengan aksara dasar. Ada tiga macam sandhangan, yaitu sandhangan suara yang berfungsi untuk mengubah vokal huruf dasar, layaknya harakat pada abjad Arabsandhangan sesigeg (ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀ꦱꦼꦱꦶꦒꦼꦒ꧀, sandhangan akhir suku kata), dan sandhangan wyanjana (ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀ꦮꦾꦤ꧀ꦗꦤ, sandhangan tengah suku kata).[7]

Suara[sunting | sunting sumber]

Sandhangan swara (ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦔꦤ꧀ꦱ꧀ꦮꦫ) atau sandhangan vokal merupakan sandhangan yang paling umum. Terdapat sembilan sandhangan swara, namun vokal tertentu perlu ditulis dengan lebih dari satu sandhangan, kondisi ini terutama umum terjadi pada sandhangan tarung. Sandhangan swara dapat digunakan bersama sandhangan wyanjana.
Sandhangan swara
aiueéo
Pendek
◌ꦶ
wulu
◌ꦸ
suku1
◌ꦼ
pepet2
◌ꦺ
taling
◌ꦺꦴ
taling tarung
◌ꦵ
tolong3
Panjang◌ꦴ
tarung
◌ꦷ
wulu melik
◌ꦹ
suku mendhut1
◌ꦼꦴ
pepet-tarung3
◌ꦻ
dirga mure4
◌ꦻꦴ
dirga mure tarung4
^1 Pasangan ka, ta, dan la, yang menempel dengan suku dan suku mendhut berubah bentuknya menjadi aksara dasar.
^2 Aksara 'ra' dan 'la' tidak dapat dipasangkan dengan pepet (lihat bagian konsonan tambahan).
^3 Hanya digunakan pada penulisan Sunda.[10]
^4 Menjadi sebuah diftong.

Sesigeg[sunting | sunting sumber]

Sandhangan sesigeg panyanggacecak, dan wignyan memiliki fungsi yang sama seperti halnya karakter Devanagari candrabinduanuswara, dan wisarga.[2] Sandhangan sesigeg boleh digunakan bersama dengan sandhangan suara.
Sandhangan Sesigeg
-m-ng-h-r

panyangga 1

cecak2

wignyan

layar
^1 Panyangga umumnya hanya digunakan untuk simbol suci Hindu ꦎꦴꦀ Om.[10]
^2 Posisi sedikit berubah apabila digunakan bersama dengan wulu dan pepetCecak berada di sebelah kanan wulu dan ditulis di dalam pepet

Wyanjana[sunting | sunting sumber]

Sandhangan wyanjana cakracakra keret, dan pengkal berfungsi untuk membentuk gugus konsonan -ra, -re, dan -ya (misalnya "kra", "kre", dan "kya"). Ketiga sandhangan ini awalnya adalah pasangan dari aksara ra, pa cerek, dan ya sebelum dikhususkan menjadi sandhangan tersendiri dalam ortografi Jawa moderen.
Sebagai sebuah pasangan, sandhangan wyanjana bersamaan dengan pasangan wa memiliki sifat panjingan (ꦥꦚ꧀ꦗꦶꦁꦔꦤ꧀), yaitu pasangan yang dapat menempel pada pasangan lain membentuk tiga tumpuk aksara.
Sandhangan Wyanjana
-ra--re--ya-
ꦿ
cakra 1

keret

pengkal
^1 Cakra aslinya terpisah dari aksara, namun lebih umum ditulis menyambung dengan bagian depan aksara seperti pada contoh di​​atas.

Pangkon dan pasangan[sunting | sunting sumber]

Pangkon
Pangkon (ꦥꦁꦏꦺꦴꦤ꧀) memiliki fungsi yang sama seperti halnya virama dalam aksara Brahmi lain, yakni membentuk konsonan akhir dengan menghilangkan vokal inheren suatu huruf dasar. Namun pangkon tidak boleh digunakan untuk konsonan akhir -r, -h, dan -ng karena ketiganya dapat ditulis dengan tanda baca tersendiri. Misal, konsonan akhir -r ditulis dengan layar, tidak boleh dengan ra dan pangkon.
Pangkon juga hanya boleh dipakai di akhir kalimat, dan apabila aksara mati terjadi di tengah kalimat, aksara tersebut perlu ditempeli dengan pasangan. Misal, aksara na yang dipasangkan dengan pasangan da, akan dibaca nda (ꦤ꧀ꦢ).[2] Pasangan dianggap sebagai varian dari glif aksara dasar, karena itu suatu aksara dan pasangannya memiliki kode unicode yang sama. Pasangan akan terbentuk apabila aksara didahului oleh pangkon, misalnya "pasangan da" diketik dengan menulis "pangkon+da" (꧀ꦢ menjadi ◌꧀ꦢ)
Pasangan dapat diberi sandhangan, seperti halnya aksara dasar, dengan beberapa pengecualian pada penempatan. Sandhangan yang berada di atas diletakkan di atas aksara​ dasar, sementara sandhangan yang berada di bawah diletakkan di bawah pasangan. Sandhangan yang berada sebelum dan/atau sesudah aksara dipasang segaris dengan aksara. Sebuah aksara hanya boleh ditempel dengan satu pasangan, atau satu pasangan dengan satu panjingan.
Tatacara penulisan Jawa Hanacaraka tidak mengenal spasi